Jumat, 05 Juni 2009

Peluang Terakhir Bapak Wiranto

Pilpres 2009 peluang terakhir (keempat) bagi mantan Panglima ABRI (TNI) Jenderal (Purn) Wiranto untuk menjabat Presiden atau Wakil Presiden RI. Kali ini, dia mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sebagai kenderaan politiknya. Sebesar apa peluangnya?

Peluang pertama diperoleh Wiranto setelah mendapat mandat khusus (Keppres semacam Supersemar) dari Presiden Soeharto, 1998. Kala itu Wiranto menjabat Menhankam/
Pangab diberi wewenang untuk mengambil tindakan demi menjaga stabilitas negara. Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) bertanya apakah jenderal (Wiranto) akan memanfaatkan kesempatan itu? Wiranto ternyata menjawab tidak. Rupanya dia ragu, karena arus gerakan reformasi yang sangat tidak bersahabat dengan militer, khususnya Angkatan Darat (AD).

Keraguan itu, sedikit banyak terindikasi dari kegamangan TNI yang dipimpin Wiranto terutama saat terjadinya kerusuhan Mei 2008. Di mana ABRI (TNI dan Kepolisian RI) saat kerusuhan itu terjadi? Dan, siapa sebenarnya dalang kerusuhan itu? Belum lagi disinyalir adanya tiga kekuatan tarik-menarik di tubuh TNI kala itu, yang oleh pengamat diindikasikan dengan sebutan TNI merah-putih, TNI pelangi, dan TNI hijau. Bahkan keleluasaan demonstrasi mahasiswa menduduki gedung DPR juga tak terlepas dari peran TNI. Namun, tampaknya Wiranto berhitung. Dan, akhirnya menyatakan siap mengawal reformasi. Peluang mengambil-alih kekuasaan dilepaskan.

Peluang kedua adalah menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi BJ Habibie dalam Sidang Umum MPR 1999. Peluang ini gagal akibat BJ Habibie mundur dari pencalonan setelah pertanggungjawabannya soal lepasnya Timor Timur ditolak SU-MPR. Jika BJ Habibie maju dan terpilih menjadi Presiden, Wiranto akan menjadi Wapres.

Peluang ketiga adalah dalam Pilpres 2004. Setelah melewati persaingan panjang dalam Konvensi Capres Partai Golkar, yang dimenangkannya, Wiranto kemudian berpasangan dengan Salahuddin Wahid maju sebagai Capres-Cawapres dari Partai Golkar. Namun pasangan ini hanya berada di urutan ketiga pada Pilpres putaran pertama. Partai Golkar yang memenangkan Pemilu legislatif tidak berdaya akibat digembosi Jusuf Kalla (peserta Konvensi Capres Golkar) yang memilih (membelot) berpasangan dengan SBY (Partai Demokrat, partai pendatang baru).

Peluang keempat adalah Pilpres 2009 nanti. Ini adalah peluang terakhir bagi pria kelahiran Yogyakarta, 4 April 1947 yang akan berusia lebih 62 tahun pada Pilpres 2009 itu. Peluang ini akan terbuka apabila Partai Hanura yang didirikan dan dipimpinnya meraih suara signifikan. Sejauh ini, belum terlihat tanda-tanda Partai Hanura akan berkemampuan mengusung Wiranto jadi Capres. Namun, keajaiban bisa saja terjadi, seperti pengalaman Partai Demokrat pada Pemilu 2004.

Melihat kemenangan Wiranto pada Konvensi Capres Partai Golkar 2004, dan perolehan suara pada Pilpres 2004 (26,286,788 suara atau 22,154 %), Partai Hanura berpotensi meraih suara 5 sampai 10 persen pada Pemilu 2009. Jika Partai Hanura meraih suara 5 – 10 persen, kemungkinan Wiranto akan berpeluang menjadi Capres berkoalisi dengan partai lain. Kemungkinan pertama, Partai Hanura akan berkoalisi dengan PKS (PKS diperkirakan akan meraih suara di atas 10 persen pada Pemilu 2009) mengusung Capres Wiranto dan Cawapres Hidayat Nurwahid. Pasangan ini berpeluang memenangkan Pilpres.

Kemungkinan lain, Wiranto akan berpasangan dengan Sutrisno Bachir, Din Syamsuddin atau Yusril Ihza Mahendra. Selain itu, kemungkinan Wiranto menjadi Cawapres mendampingi Megawati juga terbuka jika melihat hasil survei internal PDI-P. Namun, kemungkinan ini tidak menjadi pilihan pertama bagi Wiranto maupun bagi Megawati (PDI-P).

Catatan penting, sekali lagi, posisi tawar Wiranto sangat tergantung pada perolehan suara Partai Hanura. Siapa pemilih Partai Hanura? Kemungkinan sebagian besar adalah pemilih Partai Golkar dan pemilih Wiranto pada Pemilu 2004 lalu. Sebagian lagi pemilih Partai Demokrat yang kecewa. Jika demikian perolehan suara Partai Golkar dan Partai Demokrat akan merosot. Ketiga partai ini (Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Hanura) ditambah lagi PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) dan PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa) boleh dikategorikan sebagai penjelmaan Golkar baru. Partai ini memperebutkan basis massa yang sama. Jadi, tarik-menarik massa pendukung di antara partai-partai ini akan terjadi.

Bahkan persaingan tajam untuk memperebutkan massa pendukung sudah pun berlangsung. Saling kritik di antara mereka sudah berulang kali terjadi. Iklan-iklan politik Wiranto (Partai Hanura) sering membuat SBY (Partai Demokrat) bereaksi. Kubu SBY sendiri sampai-sampai kurang mampu menahan diri terlihat dari reaksi dan karikatur Wiranto sebagai ortu uzur dalam tabloid SBY. Sementara Partai Golkar (JK) akan digembosi dari dalam dengan timbulnya faksi-faksi. Diindikasikan dalam tubuh Partai Golkar terdapat faksi pendukung Jusuf Kalla, faksi Akbar Tandjung, faksi pendukung Wiranto dan faksi pendukung SBY.

Dengan adanya faksi-faksi ini, dalam pencalonan presiden, suara Partai Golkar diperkirakan akan terpecah. Maka walaupun kemungkinan Partai Golkar masih akan meraih suara lebih besar daripada Partai Demokrat dan Partai Hanura, tetapi dalam hal pencalonan presiden kemungkinan akan terbagi mendukung Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Wiranto dan/atau SBY. Bahkan juga sebagian kemungkinan akan mendukung Agung Laksono, Surya Paloh, Prabowo dan Aburizal Bakrie.

Ini berarti sangat terbuka peluang bagi Wiranto akan mendapat dukungan dari sebagian massa pendukung Partai Golkar walaupun secara resmi dia tampil sebagai Capres berkoalisi dengan PKS. Apalagi jika PKB (Gus Dur) ikut bergabung dengan konsesi beberapa jabatan menteri untuk kader PKB, terutamaYenny Wahid. Inilah peluang terbaik Wiranto.

Wiranto, saat mendeklarasikan Partai Hanura, Kamis (21/12/2006), menegaskan obsesinya untuk merekonstruksi model kepemimpinan yang tegas, lugas dan berani ambil risiko. Banyak orang juga berpandangan bahwa Wiranto memiliki kepemimpinan yang tegas. Abdurrahman Wahid dalam pidato sambutannya mengapresiasi Wiranto sebagai figur yang tegas, memiliki semangat tinggi, dan mengutamakan kesetiaan warga bangsa.

Kwik Kian Gie politisi dan pengamat ekonomi yang dibesarkan PDI-P menambahkan, “Saya tahu percis sifat Pak Wiranto sebagai pemimpin yang tegas, berani ambil risiko. Pemimpin seperti itu yang memberi harapan kepada Indonesia yang sudah menjadi porak-poranda.

Sumber : www.tokohindonesia.com

Salam...
By.KOKODA

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by KOKODA